• FYI

    Ethics dalam Pendakian Part 1: "Berbagi Jalur"


    Saat mendaki Gunung Puntang di kabupaten Bandung Jawa Barat beberapa tahun lalu, karena jumlah pendaki yang sangat banyak, dan kondisi jalur yang sempit, berkali-kali saya harus mengantri di beberapa titik. Maklum, Gunung Puntang ibarat gunung event, setiap tanggal merah pasti dikunjungi banyak pendaki dari berbagai daerah dan beragam kalangan. Mungkin di beberapa gunung pun dialami hal yang sama.

    Bagi sebagian kawan-kawan yang sudah pernah mengalami hal yang sama 'ngantri', pastinya tahu persis kalau mengantri di jalur pendakian itu mungkin akan membuat kesal, apalagi kalau kebetulan kita harus mengantri di jalur dengan tanjakan super terjal dan sempit. Harus berdiri berlama-lama untuk mengantri membuat badan yang lelah terasa semakin tersiksa, terutama kaki yang harus menopang seluruh tubuh, dan pundak yang menggendong keril berat.

    Saling berbagi jalur termasuk kedalam etika pendakian yang cukup penting, karena jika tidak disikapi dengan bijak, akan sangat rentan menimbulkan konflik antar pendaki. Konflik yang timbul bisa terjadi antara pendaki yang sedang naik dan turun gunung, ataupun antar pendaki yang berjalan searah. Misalkan kita sedang berjalan cepat karena mengejar target waktu, namun tiba-tiba perjalanan kita terhambat karena rombongan pendaki di depan berjalan sangat lambat, tak ada celah untuk menyalip karena jalur sempit, sedangkan mau minta izin untuk nyalip agak segan juga karena takut mengganggu perjalanan mereka, jadilah kita kesel sendiri. Hingga tak jarang, ada saja yang mengumpat lewat celotehan-celotehan atau lirik lagu.

    Saat berpapasan dengan pendaki lain, baik yang searah ataupun yang berlawanan arah, sudah pasti salah satu pihak harus rela mengalah untuk memberikan jalur, namun pertanyaannya siapakah yang harus menepi untuk memberi ruang? Menurut apa yang saya pelajari sejak dulu, saat menghadapi situasi berpapasan dengan pendaki yang berlawanan arah, kelompok yang turunlah yang harus didahulukan, dan para pendaki yang sedang naik harus rela menepi dan sedikit bersabar menunggu mereka lewat. Apa alasannya? Karena menurut pandangan saya, biasanya mereka yang turun seringkali melangkah dengan cepat dan agak tergesa-gesa, bahkan kadangkala seringkali sambil berlari, sehingga sangat rentan bertabrakan dengan mereka yang sedang naik, atau parahnya bisa menimbulkan kecelakaan yang berakibat fatal.

    Namun, itu hanya sebatas pendapat dan pandangan saya saja, yang saya pelajari dari pengalaman mendaki bersama-sama dengan kawan. Tetapi setelah saya melakukan riset dengan membaca tulisan-tulisan mengenai pendakian, ada beberapa tulisan yang mengarahkan bahwa pendapat saya itu kurang tepat. Jadi menurut aturan umum pendakian, seharusnya para pendaki yang sedang naik lah yang harus diutamakan dan lebih berhak untuk menggunakan jalur lebih dulu dibanding mereka yang sedang turun gunung.

    Tetapi terlepas dari siapa yang terlebih dahulu melewati jalur, seorang pendaki sejati, pastilah memiliki sikap “nuwun sewu” dan “monggo” sebagai commonsense morality (kebaikan yang sudah ada dalam dirinya) and ethics of care sebuah sikap keluwesan, kepedulian terhadap kepentingan orang lain, toh gunung bukan milik sendiri bukan? lagipula menunggu pendaki yang lewat adalah sebuah bonus dari kejamnya tanjakan cinta, dan pastinya tak akan selama menunggu sang jodoh... eaaa... ^_^

    No comments:

    Post a Comment

    Diklatsar

    Inspirasi

    Antara Kita